3 Hal Yang Saya Pelajari Setelah 6 Bulan Menjadi Mahasiswa Doktoral


Setelah cukup lama vakum dalam menulis blog, kali ini saya berwacana berkomitmen untuk produktif kembali menghasilkan tulisan-tulisan remeh-temeh berdasarkan pengalaman, pemikiran di toilet, dan observasi yang mendalam yang sering saya lakukan setiap hari. Saya akan mulai kali ini dengan cerita 3 hal yang saya pelajari setelah menjadi mahasiswa doktoral selama 6 bulan.

Sedikit pendahuluan, saya memulai menjadi mahasiswa S3 di salah satu perguruan tinggi di Swedia sejak awal November 2017. Sistem S3 di Swedia sedikit berbeda dengan sistem pendidikan S3 di negara lain. Di Swedia calon Doktor atau bahasa Swedianya Doktorand juga merupakan pegawai (bisa di Industri maupun di Kampus). Jadi ada banyak kelebihannya dan tantangannya dibanding menjadi kandidat Doktor di negara lain karena selain sebagai mahasiswa kita juga merupakan bagian dari suatu perusahaan, biasanya profesinya researcher/engineer atau research assistant. Mungkin saya akan cerita lebih lengkapnya tentang bagaimana sistem Doktoral di Swedia di tulisan yang akan datang. Nah kali ini saya ingin membagi 3 hal yang saya dapatkan selama 6 bulan ini. Tapi sebelumnya sedikit disclaimer, ini merupakan pengalaman saya sehingga bisa saja berbeda dengan pengalaman teman-teman /kolega lain yang juga merupakan calon Doktor di tempat/negara lain.



1.   Mulai Tidak Mudah Percaya dengan Apapun

Hal pertama yang saya rasakan perubahan dalam diri saya adalah saya mulai tidak mempercayai apapun yang di tulis di jurnal-jurnal ilmiah dan juga apapun yang orang sampaikan pada sebuah seminar/kuliah. Selain hal-hal terkait akademis dan pekerjaan, hal-hal di luar pekerjaan juga saya mulai tidak mempercayainya atau mungkin perlu bukti lebih untuk mempercayai sesuatu. Hal ini kalau saya lihat merupakan suatu hal positif. Mengapa? Karena dulu dalam konteks akademis, saya selalu melihat apabila suatu hasil penelitian dimuat di jurnal-jurnal internasional dengan sistem peer-reviewed yang ketat dan terindeks lembaga indeks terpercaya, saya akan langsung yakin bahwa hal tersebut merupakan sebuah kebenaran. 

Namun setelah menjadi mahasiswa Doktoral saya menjadi tidak langsung percaya. Saya rasa ini merupakan dampak pembentukan pola pikir yang terjadi disini. Sedikit cerita setiap minggu saya harus mempresentasikan progress riset saya secara akademis kepada 3 Professor pembimbing saya dan setiap bulan saya harus mempresentasikan progress riset saya dalam bentuk yang lebih industrial-friendly terhadap rekan-rekan dari industri yang terlibat dalam projek penelitian saya. Setiap apapun yang saya tampilkan, termasuk rangkuman dari peneliti-peneliti lain di persentasi-persentasi ini, Professor dan audience saya akan selalu bertanya mengapa, konteksnya apa, bagaimana hasil tersebut di dapatkan, mengapa mendapat hasil tersebut, bagaimana kondisi ketika penelitian itu dilaksanakan dan sebagainya. Hal-hal ini sangat kritis dan kadang mereka bertanya sesuatu yang tak terpikirkan sebelumnya. Ternyata ini ada alasan tersendiri. Ini tidak lain dan tidak bukan merupakan sebuah pembelajaran tentang Perspektif. Bagaimanapun, hasil penelitian merupakan karya seorang manusia yang mana seboyektif-obyektifnya manusia juga pasti akan mempunyai perspektif tersendiri. Hasil yang sama apabila dilihat dari perspektif yang berbeda, dapat menjadi suatu hal yang berbeda. Sudut pandang orang yang menulis dan mengungkapkan patut menjadi acuan bahwa, belum tentu semua yang disampaikan dan ditulis itu benar sehingga pesan yang tersirat adalah kita jangan lekas atau mudah percaya terhadap apapun. Ada juga faktor unconcious bias, tapi saya akan bahas ini di tulisan yang akan datang. Jadi apapun yang saya sampaikan dalam momen-momen tersebut, saya setidaknya harus meyakinkan diri saya berulang-ulang bahwa apa yang saya baca adalah masuk akal sebelum saya dapat meyakinkan orang-orang yg hadir dalam persentasi saya. Karena ini dilakukan secara rutin, akhirnya saya merasa ini sudah menjadi sebuah pola pikir yang terbentuk.


2.      Selalu bertanya mengapa
Hal kedua yang merupakan dampak dari pola pikir yang pertama adalah selalu bertanya mengapa. Karena terbentuknya pola pikir tidak mudah percaya berdampak kepada sikap saya / pikiran saya yang selalu menanyakan apapun yang saya dengar dan baca. Bertanya disini bukan berarti bertanya langsung ke seseorang yang lebih tahu tetapi lebih kepada bertanya kepada diri sendiri. Pertanyaan yang saya rasa selalu timbul adalah, apakah hal ini masuk akal? Jika iya, mengapa saya bisa katakan ini masuk akal? Buktinya apa? Apakah ada cukup bukti? Dan seterusnya. Kadang hal ini merupakan hal yang bagus, namun ada kalanya saya harus berusaha berhenti bertanya karena pada akhirnya ada tenggat waktu dan deadline project yang harus dipenuhi.  

3.      Ternyata saya sangat Bodoh


Nah hal terakhir ini adalah hal yang sangat mutlak saya rasakan. Saya merasa sangat bodoh! Percaya atau tidak percaya, semakin kita berusaha mengetahui tentang sesuatu secara mendalam, semakin kita sadar bahwa banyak hal yang kita tidak ketahui sehingga kita merasa diri kita sangat-sangat bodoh. Hal ini sangat berbeda dengan yang saya rasakan ketika lulus S1 dulu. Ketika lulus menjadi seorang Sarjana, saya merasa seperti Ironman hebat dan tahu segala hal. Merasa diri mumpuni dan siap melibas apapun. Hahahaha. Ketika lulus S2 merasa biasa saja, tidak merasa pintar dan juga tidak merasa bodoh. Namun, ketika sudah 6 bulan menjadi mahasiswa Doktoral, saya merasa sangat-sangat bodoh. Kadang membuat saya insomnia, karena merasa banyak hal yang harus saya kejar dan pelajari. Karena kadang hal ini mengganggu, saya sedikit bertukar pikiran terhadap Professor saya dan rekan-rekan kolega sesama calon Doktoral. Ternyata hampir semua merasakan hal yang sama. Fase ini,kata mereka, merupakan salah satu fase mutlak yang harus dilewati dalam jenjang mendalami suatu ilmu. Fase menjadi Bodoh. Ternyata peribahasa ilmu Padi yang dulu sering didengar pas SD, tidak selalu cuman berupa wacana belaka. Ada benarnya juga. Menjadi bodoh karena ingin menjadi pintar. Seru juga ya…

Begitulah 3 hal utama yang saya rasakan setelah 6 bulan ini, tentu ada hal-hal lain yang saya rasakan dan akan saya tuliskan di tulisan selanjutnya. Semoga bermanfaat ya. Salam Bodoh.  

x

Comments