BlaBlaCar Membawaku ke Paris


Ini Paris coy


Belakangan, banyak muncul berita tentang konflik antara angkot dan ojek online di Tangerang. Membaca hal ini, mengingatkan saya dengan transportasi berbasis online di Jerman. Sebuah pengalaman menarik yang tersisa dari studi saya di Jerman. Saat itu, transportasi online di Indonesia belum sebesar dan seheboh saat ini. Sedangkan, di Eropa sudah mulai masuk Uber Taksi. Di awal kemunculannya juga menuai banyak protes, kecaman, dan konflik dari supir taksi konvensional.



Transportasi online awalnya tersedia dengan mekanisme sharing, berbeda dengan mekanisme yang kita kenal saat ini. Sebuah platform mempertemukan  antara pengemudi yang mempunyai mobil yang berencana menuju ke suatu tempat, dengan penumpang yang ingin “nebeng” ke tempat tersebut. Biaya perjalanan menjadi lebih murah karena dibagi antara pengemudi dan orang yang nebeng tersebut. Platform yang cukup terkenal di Eropa adalah BlaBlaCar.

Pada bulan Maret 2015, dua orang sahabat saya datang dari Inggris untuk berlibur. Kami awalnya hanya merencanakan berjalan-jalan di sekitar Aachen-Jerman saja. Namun, di hari ke-dua mereka di Jerman, tercetuslah keinginan untuk jalan-jalan di mengunjungi beberapa negara eropa lain yang tidak terlalu jauh dari Aachen. Akhirnya, secara mendadak kami berempat (saya, kedua sahabat, ditambah satu flatmate saya) merencanakan Tour de Europe. Kami sepakat untuk memulainya esok harinya, meskipun malam itu sudah menunjukan pukul 22.00. Setelah perbincangan yang panjang, kami sepakat memulainya denga Paris. Paris hanya terletak 4 jam perjalanan kereta dari Aachen. Setelah menyiapkan berbagai macam keperluan seperti peta kereta, list obyek wisata, hotel dan yang lainnya, kami baru mempertimbangkan masalah yang paling utama: dengan transportasi apa kami akan mencapai Paris? Sebetulnya banyak moda transportasi yang bisa digunakan misalnya kereta dan bus. Namun biayanya sangat mahal. (Maklumilah kami yang hidup dari beasiswa dan pas-pasan). Dengan segenap tenaga dan pikiran, akhirnya kami menemukan salah satu transportasi murah yang bisa kami gunakan dari Aachen ke Paris. Transportasi ini bernama BlaBlaCar. Jujur saat itu kami tidak yakin akan tingkat keamanannya, namun mengingat kami akan berangkat bersama-sama jadi rasa takut itu cukup bisa kami atasi.


Di website BlaBlaCar kami berusaha mencari orang yang keesokan harinya akan ke Paris dari Aachen. Setelah beberapa kali mencoba akhirnya kami memperoleh seorang yang akan berangkat ke Paris dari Aachen. Profilnya adalah seorang Ibu-ibu menggunakan mobil VW (tanpa kejelasan tahun dan tipe apa). Biaya untuk sampai Paris hanya sekitar 20 Euro/Orang (kurang lebih RP 300.000). Sangat murah dibandingkan dengan menggunakan kereta yang bisa mencapai 100an Euro/orang (Rp. 1.500.000). Kami pun sepakat dengan si Ibu untuk bertemu di depan Stasiun Utama Kereta Aachen (Aachen HBF) pada pukul 10.00 pagi.

Iklannya si Bla Bla Car. Ini cuma iklan.


Keesokan harinya, kami tiba di tempat yang disepakati bersama kurang lebih pukul 09.30. Setelah membeli beberapa bekal dan minum, kami berkeliling mencari dimana si Ibu BlaBlaCar berada. Kami hanya menjumpai sebuah VW Van Kuning, yang kami duga merupakan tahun 90an dengan Plat nomer Perancis. Untuk memastikan apakah mobil ini adalah mobil si Ibu BlaBlaCar, saya minta salah seorang teman saya untuk menelpon kontak si Ibu BlaBlaCar. Dan.....jreng jreng jreng yang mengangkat adalah seorang bapak-bapak. Sama sekali bukan Ibu-ibu! Dia kemudian mendeskripsikan ciri-ciri mobilnya dan memberitahukan nomer platnya. Dia akan berada disana tepat jam 10.00. Setelah mendengar penjelasan si bapak, kami semakin yakin! Mobil tua ringsek jelek dan warna kuning ini adalah yang akan kami tumpangi ke Paris. Hm…

VW nya seperti ini. VW Transporter tapi lebih jelek. Gambar diatas sebagai ilustrasi saja. Serupa tapi berbeda

Tepat jam 10 si Bapak datang ke tempat parkir dimana mobil kuning ini berada. Ternyata dia tidak seorang diri, dia membawa temannya, sehingga ada dua orang Bapak-bapak yang akan mengantarkan kami ke Paris. Sedikit deskripsi tentang bapak-bapak ini, (yang membuat kami semakin merasa, nama kami akan segera berakhir di koran sebagai korban penculikan!), mereka adalah warga pendatang berperawakan hitam, sangar, dan besar. Mereka berkomunikasi dengan Bahasa Perancis namun fasih juga berbahasa Jerman. Mereka berperawakan tinggi besar dan cukup menyeramkan. Kami berempat saling menatap penuh makna. Setelah berdoa menurut kepercayaan dan agama masing-masing akhrinya kami berempat pasrah ikut naik mobil kuning ini yang interiornya mirip angkot di Palembang (tempat duduk tidak menyamping tapi sangat-sangat TIDAK ERGONOMIS).

Di dalam mobil kami mengobrol dengan bahasa Indonesia, mengatur strategi tempat duduk agar jikalau mereka mau menyerang kami, kami bisa melawan dan kabur secepat kilat. Perjalanan ini cukup ramai, bukan karna lalu lintas atau pun musik yang distel tapi karna Bapak-bapak di depan mengobrol dengan bahasa Perancis sangat keras dan tertawa terbahak-bahak sekeras mungkin nonstop dari awal perjalanan hingga akhir perjalanan. Saya sendiri tidur bergantian dengan teman yang lainnya karena waktu tempuh kurang lebih 6 Jam. Doa pun terus kami panjatkan dalam hati. Serius, kami benar benar takut diculik.

Perjalanan 6 jam (yang terasa 600 jam)  akhirnya berakhir. Dan seenak udel si Bapak-bapak menurunkan kami di pinggiran kota Paris yang kami sendiri tidak tahu itu di mana. Tapi kami yakin itu di Paris, karena ada tulisan Parisnya. Si Bapak cuman bilang, “Lo-lo pada turun disini, ini udah Paris!”  Fiuh, akhirnya kami turun dengan selamat, walaupun tidak jelas ini di mana, tapi kami sangat bersyukur karena kami bisa tiba dengan selamat dan tiba di Paris (entah di Paris sebelah mananya).


Tiba di Paris. Masih bertanya, "Ini beneran Paris kan? bukan Alam lain?"

Begitulah pengalaman saya menggunakan salah satu transportasi online di Eropa dengan mekanisme sharing. Untuk yang berprofesi sebagai driver transportasi online dan yang berprofesi sebagai driver yang konvensional, yuk mari hindari konflik. Percaya saja rejeki sudah ada yang mengatur. Kalo memang yang online lebih hijau, kenapa tidak beralih saja ke yang online. Mau tidak mau, kita harus mengikuti tuntutan jaman dan teknologi dan jangan lupa Safety is No 1. Hati-hati di jalan, Sob!

Comments